Hukum Menjenguk Orang yang Sakit
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata,
"Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Hak seorang
muslim atas muslim yang Iain ada enam: apabila engkau bertemu dengannya
hendaklah engkau memberikan salam kepadanya, apabila ia mengundangmu hendaklah
engkau penuhi undangannya, apabila ia meminta nasihat kepadamu hendaklah engkau
menasehatinya, apabila ia bersin lalu mengucapkan alhamdulillah hendaklah
engkau mendoakannya, apabila ia sakit hendaklah engkau menjenguknya, dan
apabila ia mati hendaklah engkau mengiringi jenazahnya." (HR. Muslim)
Dicantumkan di dalam Sunan At-Tirmidzi (969)
dari Ali RA, dia berkata: saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda,
ما
من مسلم
يعود مسلما
غدوة إلا
صلى عليه
سبعون ألف
ملك حتى
يمسي، وإن
عاده عشية
إلا صلى
عليه سبعون
ألف ملك
حتى يصبح، وكان
له خريف
في الجنة
Tidaklah seorang muslim berpagi-pagi menjenguk
saudaranya yang sedang sakit kecuali 70.000 malaikat akan mendo'akan orang
tersebut hingga petang hari. Dan tidaklah pula seorang muslim menjenguk
saudaranya pada petang hari, melainkan 70.000 malaikat akan mendo'akannya
hingga subuh hari. Dan baginya disiapkan seekor domba di dalam surga."
(Hadits hasan).
Syaikh Taqiyuddin berkata, "Dalil-dalil
yang berkenaan dengan masalah ini menunjukkan wajibnya menjenguk orang sakit,
demikianlah pendapat yang dipegang oleh imam Bukhari. Tetapi jumhur
(kebanyakan) ulama berpendapat bahwa perbuatan ini hanyalah merupakan sunnah,
bahkan An-Nawawi telah menukil bahwa ulama seluruhnya telah ijma' (sepakat)
akan sunnahnya perbuatan ini."
Secara kontekstual, hadits ini menunjukkan
bahwa hak untuk dijenguk berlaku bagi kaum muslim, tetapi dicantumkan di dalam
Al Bukhari; bahwa Nabi SAW pernah menjenguk seorang yahudi, demikian pula disebutkan
di dalam Ash-Shahihain, "Bahwa beliau pernah menjenguk pamannya (Abu
thalib), padahal ia adalah seorang yang kafir."
Dikatakan dalam Al Iqna', "Hendaknya
seorang yang menjenguk saudaranya menanyakan keadaan saudaranya itu,
menggembirakan hatinya, dan tidak dudilik berlama-lama disisinya."
Disebutkan dalam Ash-Shahihain dari Aisyah RA,
bahwa Nabi SAW pernah menjenguk beberapa orang keluarganya. Pada saat itu
beliau mengusap bagian tubuh dari orang yang sakit tersebut dengan tangan
kanannya dan berdo'a:
اللهم
رب الناس،
أذهب البأس،
اشف أنت
الشافي، لا
شافي إلا
أنت، شفاء
لا يغادر
سقما.
"Ya Allah, Engkau adalah Rabb-nya
manusia, lenyapkanlah penderitaannya, sembuhkanlah ia karena sesungguhnya
Engkau adalah Dzat yang menyembuhkan. Tiada yang dapat menyembuhkan kecuali
Engkau; kesembuhan yang tidak lagi meninggalkan penyakit."
Penulis (Al-Hafizh Ibnu Hajar) berkata,
"Yakni tidak wajib ain." Dengan demikian wajib bagi seorang muslim
untuk mengunjungi seorang muslim yang sedang sakit, baik ia kenal maupun tidak
ia kenal, baik kerabat dekat maupun tidak. Hukum ini umum untuk semua orang
sakit, kecuali sakit mata.
Tetapi dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Zaid bin Arqam, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam
penah menjengukku ketika aku sakit mata. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim
dan diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam kitab Adabul Mufrad. Zhahir hadits ini
menunjukkan bahwa hukum menjenguk orang yang sakit ini sudah berlaku sejak
pertama kali orang yang sakit menderita suatu penyakit. Hanya saja dalam
riwayat Ibnu Majah dari hadits Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu diriwayatkan
bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menjenguk kecuali pada hari
ketiga. Namun pada hadits ini terdapat seorang perawi matruk. Dari hadits ini
juga dapat difahami, bahwa kafir dzimmi yang sakit tidak perlu dijenguk. Akan
tetapi dalam sebuah hadits shahih beliau pernah menjenguk pembantunya seorang
kafir dzimmi dan masuk Islam berkat jengukan beliau. Demikian juga beliau
pernah menjenguk pamannya Abu Thalib ketika pamannya itu sakit yang menyebabkan
kematiannya. Pada saat itu beliau mengajaknya agar memeluk agama Islam.
Referensi:
-
Kitab
Syarah Bulughul Maram karya Abdullah bin Abdurrahman Al Bassam: Pustaka Azzam
-
Kitab
Subulussalam karya Muhammad bin Ismail al-Amir ash-Shan’ani: Darus Sunnah